BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Gerak pada umumnya terjadi secara sadar, namun, ada pula
gerak yang terjadi tanpa disadari yaitu gerak refleks. Impuls pada gerakan
sadar melalui jalan panjang, yaitu dari reseptor, ke saraf sensori, dibawa ke
otak untuk selanjutnya diolah oleh otak, kemudian hasil olahan oleh otak,
berupa tanggapan, dibawa oleh saraf motor sebagai perintah yang harus
dilaksanakan oleh efektor.
Gerak refleks adalah gerak yang
dihasilkan oleh jalur saraf yang paling sederhana. Jalur saraf ini dibentuk
oleh sekuen neuron sensor, interneuron, dan neuron motor, yang mengalirkan
impuls saraf untuk tipe reflek tertentu. Gerak refleks yang paling sederhana
hanya memerlukan dua tipe sel sraf yaitu neuron sensor dan neuron motor.
Gerak refleks disebabkan oleh
rangsangan tertentu yang biasanya mengejutkan dan menyakitkan. Misalnya bila
kaki menginjak paku, secara otomatis kita akan menarik kaki dan akan berteriak.
Refleks juga terjadi ketika kita membaui makanan enak, dengan keluarnya air
liur tanpa disadari.
Gerak refleks terjadi apabila
rangsangan yang diterima oleh saraf sensori langsung disampaikan oleh neuron
perantara (neuron penghubung). Hal ini berbeda sekali dengan mekanisme gerak
biasa.
Gerak biasa rangsangan akan diterima
oleh saraf sensorik dan kemudian disampaikan langsung ke otak. Dari otak
kemudian dikeluarkan perintah ke saraf motori sehingga terjadilah gerakan.
Artinya pada gerak biasa gerakan itu diketahui atu dikontrol oleh otak.
Sehingga oleh sebab itu gerak biasa adalah gerak yang disadari.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaiman
mekanisme gerak refleks?
2. Apa
saja macam gerak refleks?
1.3 Tujuan
1. Untuk
mengetahui mekanisme gerak refleks.
2. Untuk
mengetahui macam gerak refleks.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Mekanisme Gerak Refleks
2.1.1 Pengertian Gerak Refleks
Refleks adalah
respons otomatis terhadap stimulus tertentu yang menjalar pada rute yang
disebut lengkung refleks. Sebagian besar proses tubuh involunter (misalnya,
denyut jantung, pernapasan, aktivitas pencernaan, dan pengaturan suhu) dan
respons somatis (misalnya, sentakan akibat suatu stimulus nyeri atau sentakan
pada lutut) merupakan kerja refleks.[2]
2.1.2 Lengkung Refleks
Unit dasar aktivitas refleks
terpadu adalah lengkung refleks. Lengkung
refleks ini terdiri atas alat indra, neuron aferen, satu sinaps atau lebih yang
umumnya terdapat di pusat integrasi sentral, neuron eferen, dan efektor. Pada
mamalia, hubungan (sninaps) antara neuron somatik aferen dan eferen biasanya
terdapat di otak atau medulla spinalis. Serat neuron aferen masuk susunan saraf
pusat melalui radiks dorsalis medulla spinalis atau melalui nervus kranialis,
sedangkan badan selnya akan terdapat di ganglion dorsalis atau di
ganglion-ganglion homolog nervi kranialis. Serat neuron eferen keluar melalui
radiks ventralis atau melalui nervus cranial yang sesuai. Kenyataan radiks
dorsalis medulla spinalis bersifat sensorik dan radiks ventralis bersifat motorik
dikenal sebagai hukum Bell-Magendie. [1]
Semua lengkung (jalur refleks)
terdiri dari komponen yang sama.
1.
Reseptor adalah ujung distal dendrit,
yang menerima stimulus.
2.
Jalur aferen melintas sepanjang sebuah
neuron sensorik sampai ke otak atau medulla spinalis.
3.
Bagian pusat adalah sisi sinaps, yang
berlangsung dalam substansi abu-abu SSP. Impuls dapat ditransmisi, diulang
rutenya atau dihambat pada bagian ini.
4.
Jalur eferen melintas disepanjang akson
neuron motorik sampai ke efektor, yang akan merespons impuls eferen sehingga
menghasilkan aksi yang khas.
5.
Efektor dapat berupa otot rangka, otot
jantung, atau otot polos, atau kelenjar yang merespon. [2]
Gb.1
Lengkung Refleks
2.1.3 Sifat Umum Refleks
1.
Rangsangan Adekuat
Rangsangan
yang memicu terjadinya refleks umumnya sangat tepat (presisi). Rangsangan ini
dinamakan rangsangan adekuat untuk refleks tersebut. Suatu contoh yang jelas
adalah refleks menggaruk pada anjing. Refleks spinal ini timsbul akibat
rangsangan yang adekuat melalui rangsangan raba linier multiple, yang misalnya
karena terdapat serangga yang merayap di kulit. Respons yang timbul adalah
garukan hebat pada daerah yang terangsang (sementara itu, ketepatan gerakan
kaki yang menggaruk ke tempat yang teriritasi itu merupakan contoh sinyal local
yang baik). Bila rangsangan raba multiple itu terpisah jauh atau tidak dalam
satu garis, rangsangan yang adekuat tidak akan timbul dan tidak terjadi
garukan. Lalat merayap, tetapi juga dapat melompat dari satu tempat ke tempat
lain. Lompatan ini memisahkan rangsangan raba tersebut sehingga tidak terbentuk
rangsangan adekuat untuk refleks menggaruk. [1]
2.
Jalur Bersama Akhir
Neuron
motorik yang mempersarafi serabut ekstrafusal otot rangka merupakan bagian
eferen dari berbagai lengkung refleks. Seluruh pengaruh persarafan yang
memengaruhi kontraksi otot pada akhirnya akan tersalur melalui lengkung refleks
ke otot tersebut, dank arena itu dinamakan jalur bersama akhir (final common
path). Sejumlah besar masukan impuls bertemu di tempat tersebut. Memang,
permukaan neuron motorik dan dendritnya rata-rata menampung sekitar 10.000
simpul sinaps. Sedikitnya terdapat lima masukan dari segmen spinal yang sama
untuk neuron motorik spinal tertentu. Di samping yang umumnya dipancarkan
melalui interneuron, dari berbagai bagian medulla spinalis lain dan traktus
descendens yang panjang dan multipel dari otak. Seluruh jaras ini berkumpul dan
menentukan aktivitas jalur bersama akhir. [1]
3.
Berbagai Keadaan Eksitasi dan Inhibisi Sentral
Istilah keadaan eksitasi
sentral dan keadaan inhibisi sentral digunakan untuk menggambarkan keadaan
berkepanjangan yang memperlihatkan pengaruh eksitasi mengalahkan pengaruh
inhibisi atau sebaliknya. Bila keadaan eksitasi sentral kuat, impuls eksitasi
tidak saja menyebar ke berbagai daerah somatic medulla spinalis melainkan juga
ke daerah otonom. Pada orang yang mengalami paraplegia kronis, misalnya,
rangsangan noksius yang lemah dapat menimbulkan refleks kencing, defekasi, berkeringat,
dan tekanan darah yang fluktuatif. [1]
4.
Habituasi
dan Sensitisasi Respon Refleks
Kenyataan bahwa respon refleks
bersifat stereotipik tidak menghilangkan kemungkinan bahwa respons tersebut
dapat berubah melalui pengalaman. [1]
2.1.4 Proses Terjadinya Gerak Refleks
Aktivitas
di lengkung reflex dimulai di reseptor sensorik, berupa potensial reseptor yang
besarnya sebanding dengan kuat rangsang. Potensial reseptor membangkitkan
potensial aksi yang bersifat gagal atau
tuntas disaraf aferen. Jumlah potensial aksi sebanding dengan besarnya
potensial generator. Di sistem saraf pusat terjadi respons bertahap berupa
potensial pascasinaps eksitatorik dan potensial pasca sianaps inhibitorik yang
kemudian bangkit di saraf tertaut-taut sinaps.
Respon yang kemudian bangkit di saraf eferen adalah respon yang bersifat
gagal atau tuntas. Bila potensial aksi ini mencapai efektor, akan terbangkit
lagi respons bertahap. Di efektor yang berupa otot polos, responnya akan
bergabung untuk kemudian mencetuskan potensial aksi di otot polos. Tetapi bila
efektornya berupa otot rangka, respons bertahap tersebut selalu cukup besar
untuk mencetuskan potensial aksi yang mampu menimbulkan kontraksi otot.
Perlu
ditekankan bahwa hubungan antara neuron aferen dan eferen biasanya terdapat di
susunan saraf pusat, dan aktivitas di lengkung reflex merupakan aktivitas yang
termodifikasi oleh berbagai rangsangan yang terkumpul (konvergen) di neuron
eferen. [1]
2.2 Macam-macam Gerak Refleks
Gerak refleks terdiri dari 2 macam, yaitu refleks
fisiologis dan refleks patologis.
2.2.1
Refleks
Fisiologis
a.
Refleks
Somatik.
Berdasarkan jumlah
neuron yang terlibat dibagi menjadi:
1.
Refleks
Monosinaptik (refleks renggang)
Lengkung
reflex yang paling sederhana, mempunyai sinaps tunggal diantara neuron aferen
dan eferen. Hanya ada satu sinaps yang terjadi antaraneuron sensorik dan neuron
motorik.
Bila otot rangka
dengan persyarafan yang utuh direnggangkan, otot ini akan berkontraksi. Respons
seperti ini disebut refleks renggang. Rangsangan yang menimbulkan efek regang adalah
regangan pada otot, dan responnya adalah kontraksi otot yang diregangkan
tersebut. Alat indranya adalah kumparan otot. Impuls yang tercetus di kumparan otot
dihantarkan ke SSP (Sistem Saraf Pusat) melalui serabut saraf sensorik
penghantar cepat. Impuls kemudian secara langsung akan diteruskan ke neuron
motorik yang mempersarafi otot yang teregang. Neurotransmitter di sinaps adalah
glutamate. Reflex regang merupakan reflex monosinaptik di dalam tubuh yang
paling banyak diketahui dan dipelajari. Contoh klinis:
Refleks
Patella (knee jerk)
Ketukan pada tendon patella akan membangkitkan
reflex patella, karena ketukan pada tendon akan meregangkan otot kuadriceps
femoris.
Ketika patella diberi ketukan secara refleks kaki
akan bergerak ke depan seakan menendang. Perubahan postur/gerak pada kaki
tersebut karena adanya mekanisme pengatur postur atau gerak pada kaki tersebut.
Perubahan postur atau gerak
pada kaki tersebut karena adanya mekanisme pengatur postur yang terdiri dari
rangkaian nukleus dan berbagai struktur seperti medulla spinalis, batang otak
dan korteks serebrum. Sistem ini tidak saja berperan dalam postur statik tetapi
juga bersama sistem kortikospinalis dan kortikobulbaris, berperan dalam
pencetusan dan pengendalian gerakan. Penyesuaian postur dan gerakan volunter
tidak mungkin di pisahkan secara tegas, tetapi dapat di ketahui serangkaian
refleks postur yang tidak saja mempertahankan posisi tubuh tetapi tegak dan
seimbang tapi juga penyesuaian untuk mempertahankan latar belakang postur yang
stabil untuk aktivitas volunter. Penyesuaian ini mencakup 2 refleks yaitu :
1. Refleks tatik : mencakup konstraksi menetap otot
2. Refleks fasik : melibatkan gerakan – gerakan sesaat
Keduanya terintegrasi di
dalam sistem saraf pusat, dari medulla spinalis sampai korteks serebrum.
Faktor utama dalam kontrol
postur adalah adanya variasi ambang refleks regang spinal, yang di sebabkan
oleh perubahan tingkat keterangsangan neuron motorik dan secara tidak langsung
merubah kecepatan lepas muatan oleh neuron eferen -É£ ke kumparan otot. Sehingga
makin keras ketukan yang di berikan maka refleks regang yang terjadi semakin
kuat dan terjadi gerak sesaat yang lebih tegas (pada refleks patella kaki akan
bergerak menendang lebih keras atau sesuai dengan besar rangsang yang di
berikan). [1]
Mekanismenya
adalah:
Tendon patella diketuk > serabut tendon tertarik > otot dan
serabut kumparan teregang > mengaktifkan refleks regangan.
Gb. 2 Refleks Patella (knee jerk)
2.
Refleks
Polisinaptik (Refleks Menarik Diri)
Lengkung
refleks yang mempunyai lebih dari satu interneuron diantara neuron aferen dan
eferen dan jumlah sarafnya beragam antara dua sampai beberapa ratus.
Refleks menarik
diri merupakan jawaban terhadap rangsangan noxius dan biasanya rangsangan nyeri
di kulit atau jaringan subkutan serta otot. Respon yang timbul adalah kontraksi
otot flexor dan penghambatan otot ekstensor sehingga bagian yang terangsang
mengalami fleksi dan menarik diri dari rangsangan tersebut. Bila diberikan
rangsangan yang kuat pada ekstremitas, respon yang timbul bukan hanya berupa
fleksi dan menarik diri pada ekstremitas tersebut, melainkan juga ekstensi pada
ekstremitas kontralateral. Respon ekstensor silang ini merupakan refleks
menarik diri. Pada dasarnya adalah refleks potensi untuk menjauhi rangsangan
yang membahayakan artinya refleks untuk menghindari sesuatu yang tidak
menyenangkan atau membahayakan.
Gb. 3 Diagram hubungan polisinaps antara neuron
aferen dan eferen di medulla spinalis
Gb.
4 Refleks Menarik Diri
Contoh klinis:
Sensasi panas
atau tajam mengenai tungkai kiri
Mekanismenya
adalah: stimuli merangsang serabut nyeri > kolateral ikut terangsang >
interneuron teraktivasi > eksitasi neuron motorik > otot fleksor tungkai
kiri kontraksi.
Sedangkan
otot fleksor tungkai kanan mengalami hambatan penghambatan (crosswed extensor
reflex). Dalam kejadian nyata kita melihat tungkai kiri diangkat, tungkai kanan
tegak kuat berpijak agar tubuh tidak jatuh.
b.
Refleks
Otonomik
Contoh Klinis
1. Refleks
batuk
Refleks
batuk penting sekali bagi kehidupan, karena batuk merupakan cara dengan mana
saluran udara paru-paru dipertahankan bebas dari benda asing.
Bronkus dan trakea sedemikian peka sehingga benda asing
apapun atau sebab iritasi lain menimbulkan refleks batuk. Larink dan karina
sangat peka, dan bronkiolus terminalis serta alveolus terutama peka terhadap
rangsnag kimia korosif seperti gas sulfur dioksida dan klor. Impuls aferen dari
saluran pernapasan terutama berjalan melalui nervus vagus ke medulla oblongata.
Di sana, suatu rangkaian peristiwa otomatis digerakkan oleh sirkuit neuron
medulla oblongata, sehingga menyebabkan efek-efek sebagai berikut: pertama,
kira-kira 2,5 L udara dihirup. Kedua, epiglottis menutup, dan pita suara
menutup erat untuk menjerat udara di dalam paru-paru. Ketiga, otot peut
berkontraksi dengan kuat. Sebagai akibatnya tekanan di dalam paru-paru
meningkat menjadi 100 mmHg atau lebih. Keempat, pita suara dan epiglottis
tiba-tiba terbuka lebar sehingga udara bertekanan tinggi di dalam paru-paru
meletus keluar. [3]
2. Refleks
bersin
Rangsang
yang memulai refleks bersin adalah iritasi pada saluran hidung, impuls
aferennya berjalan di dalam saraf kelima ke medulla oblongata dimana refleks
ini digerakkan. Terjadi serangkaian reaksi yang mirip dengan yang terjadi pada
refleks batuk, tetapi uvula tertekan sehingga sejumlah besar udara mengalir
dengan cepat melalui hidung, dan juga melalui mulut sehingga membantu
membersihkan saluran hidung dari benda asing. [3]
2.2.2
Refleks
Patologis
Refleks patologis adalah refleks – refleks yang
tidak dapat di bangkitkan pada orang sehat, kecuali pada bayi dan anak kecil.
Refleks – refleks patologis sebagian besar bersifat refleks dalam dan sebagian
lainnya bersifat refleks superfisial. Reaksi yang di perlihatkan oleh refleks
patologis sebagian besar adalah sama tetapi mempunyai nama bermacam – macam
karena di bangkitkan dengan cara yang berbeda – beda. Contoh klinis:
Refleks
Babinski
Lakukan goresan
di ujung palu refleks pada telapak kaki pasien. Goresan di mulai pada tumit
menuju ke atas dengan menyusuri bagian lateral telapak kaki, setelah sampai
pada pangkal kelingking, goresan di belokan ke medial sampai akhir pada pangkal
jempol kaki. Refleks babinski positif jika ada respon dorsofleksi ibu jari yang
di sertai pemekaran jari – jari yang lain.
Gb. 5 Cara
Pemeriksaan Babinski
Kerusakan
traktus kortikospinalis lateral pada manusia menimbulkan tanda babinski; fleksi
dorsal jempol kaki dan mekarnya jari-jari kaki lainnya sewaktu bagian lateral
telapak kaki digores. Kecuali pada bayi, respon normal terhadap rangsangan ini
adalak fleksor plantar semua jari kaki. Tanda babinski dianggap merupakan
refleks menarik pada fleksor yang secara
normal ditahan oleh sistem kortikospinalis lateral. Tanda ini berguna dalam
mencari tempat proses penyakit, tetapi makna fisiologisnya tidak diketahui. [1]
Gb. 6 Jaras
Kortikospinalis pada kasus babinski
Pemeriksaan Radiologi Penyakit
Stroke
Diagnosis stroke
Dilakukan anamnesis, pemeriksaan keadaan umum dan pemeriksaan neurologis
secepat mungkin, untuk segera mendapatkan diagnosis pasti stroke.
Untuk menegakkan diagnosis stroke perlu dilakukan anamnesis (untuk mendapatkan
gejala-gejala klinis akibat stroke), dan pemeriksaan neurologis (untuk
mendapatkan kelainan neurologis akibat stroke).
Gejala-gejala klinis stroke yang sering terjadi, yang perlu ditanyakan, adalah
(salah satu atau bersama-sama); (1) tiba-tiba perot, kelumpuhan satu sisi
anggota gerak, (2) tiba-tiba semutan, gringgingan di muka, satu sisi anggota
gerak, (3) tiba-tiba bingung, sulit bicara atau bicaranya sulit dimengerti, (4)
tiba-tiba terjadi gangguan penglihatan satu atau ke dua mata, (5) tiba-tiba
sulit untuk berjalan, sempoyongan, kehilangan keseimbangan atau koodinasi, (6)
tiba-tiba nyeri ke pala yang sangat, tanpa diketahui sebab, dan (7) tiba-tiba
terjadi penurunan kesadaran atau tidak sadar (koma).
Gejala-gejala klinis tersebut sangat tergantung dari jenis patologis stroke,
sisi otak dan bagian otak yang terganggu, dan bagaimana severitas dari gangguan
otak tersebut.
Pola
gangguan neurlogis pada penderita stroke akut, sesuai dengan letak lesinya,
adalah sebagai berikut;
- Lesi di hemisfer kiri (dominan), dengan gejala-gejala; afasi, hemiparesis kanan, hemiastesia kanan, hemianopsia homonymous kanan,dan gangguan gerakan bola mata kanan
- Lesi di hemisfer kanan (nondominan), dengan gejala-gejala; hemiparesis kiri, hemiastesia kiri, hemianopsia homonymous kiri, dan gangguan gerakan bola mata kiri
- Lesi di subkortikal atau batang otak, dengan gejala-gejala; hemiplegia berat dan hemiastesis berat, disartria, termasuk dysarhtria-clumsy hand, hemiparesis-ataksia, dan tidak ada gangguan kognisi, bahasa dan penglihatan
- Lesi di batang otak, dengan gejala-gejala; tetrapelgia dan tetraastesia total, crossed signs (signs on same side of face and other side of body), dysconjugate gaze, nygstagmus, ataxia, disartria, dan disphagia
- Lesi di serebelum, dengan gejala-gejala ataksia tungkai ipsilateral dan ataksia gait.
Pemeriksaan Radiologi yang Digunakan
1. CT Scan
Untuk
membedakan jenis patologis stroke (perdarahan atau iskemik atau infark), dapat
dilakukan segera mungkin pemeriksaan CT-Scan kepala (sebagai pemeriksaan baku
emas). Apabila pemeriksaan CT-Scan tidak memungkin dengan berbagai alasan,
dapat dipakai Algoritma Stroke Gadjah Mada (ASGM) yang telah diuji reliabilitas
dan validitasnya (grade I).[5] ASGM terdiri dari 3 variabel,
yaitu, nyeri kepala pada waktu saat serangan, penurunan kesadaran pada waktu
saat serangan dan refelks Babinski. Apabila ada tiga atau dua variable
tersebut, maka jenis patologis stroke adalah stroke perdarahan. Apabila ada ada
nyeri kepala atau penurunan kesadaran pada saat serangan, maka jenis patologis
stroke adalah stroke perdarahan. Stroke iskemik atau infark, apabila tidak ada
ketiga variable tersebut pada saat serangan.
Gb.
7 CT Scan Kepala Indikasi Intracerebral Hemorrhage
2. MRI (Magnetic Resonance Imajing)
Pemeriksaan
CT-Scan adalah mutlak dilakukan apabila akan dilakukan pengobatan dengan
pengobata trombolitik (rtPA intravenus).[4] Kalau keadaan
memungkinkan dapat dilakukan pemeriksaan MRI. Dengan pemeriksaan MRI dapat
dilihat lesi kecil (yang tidak terlihat dengan pemeriksaan CT-Scan) di
kortikal, subkortikal, batang otak dan serebelum. Juga dapat terlihat lesi
teritori vaskuler dan iskemik akut lebih awal.
BAB
III
PENUTUP
Refleks
adalah respon motorik sederhana, involunter, stereotipik, terpogram, terhadap
stimuli sensorik spesifik. Refleks dioperasikan melalui arkus (lengkung)
refleks. Sebuah lengkung refleks terdiri atas (1) reseptor sensori yang
menterjemahkan stimuli, (2) serabut sensori aferen, yang masuk medulla spinalis
melalui akar dorsal, membawa sinya ke SSP, (3) pusat integrasi (sinap dan
interneuron), yang menganalisis masukan sensori, membawa sinyal ke neuron
motorik. Serabut neuron motorik terdiri atas jaras eferen dari lengkung
tersebut mmedula spinalis melalui (akar ventral), menginervasi otot skelet (5)
(efektor).
Gerak
refleks dibedakan menjadi dua, yaitu refleks fisiologi dan refleks patologis.
Refleks fisiologis dibagi menjadi refleks somatis dan otonom. Berdasarkan
jumlah neuronnya refleks somatis dibedakan menjadi refleks monosinaptik dan
polisinaptik.
DAFTAR
PUSTAKA
1.
Ganong, F. William. 2001. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta:Penerit
Buku Kedokteran EGC
2.
Sloane, Ethel. 2004. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta:Penerit
Buku Kedokteran EGC
3. Guyton,
C. Arthur. 1990. Buku Teks Fisiologi
Kedokteran. Jakarta:Penerit Buku Kedokteran EGC
- Fife TD, Tusa RJ, Furman JM, et al. Assessment, vestibular testing techniques in adults and children: report of the Therapeutics and Technology Assessment Subcommittee of the Ameircan Academic of Neurology. Neurology 2000;55:1431-1441
- Lamsudin R. Praktek evidence-based medicine (EBM) dalam manajemen stroke akut. BKM, 1998:3;129-135.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar